Selasa, 04 November 2008

Sakura Putih, cerpen yang kubuat saat kelas X

Ini nih cerpen yang kubuat setahun yang lalu.
Aneh sih, soalnya kepepet, jangan sampe telat ngumpulin tugas.
Rasanya Jadi inget anak-anak SWG deh...

SAKURA PUTIH


Apakah hal yang kamu sukai dari Jepang? Mungkin kue dango atau onigiri-nya? Festival Tanabata atau mode ala Harajuku? Atau mungkin komik dan artis-artis yang nge-top? Yah, itu semua bisa jadi salah satu alasan kalian. Tapi aku memiliki alasan yang sederhana.
Aku ingin sekali melihat gugur sakura. Hal yang sama sekali tidak ada di Indonesia. Karena itulah aku ingin sekali ke Jepang, terutama saat musim semi. Semenjak kecil aku menginginkannya untuk menjadi hadiah ulang tahunku, karena aku lahir pada bulan Mei, tepat pada saat musim gugur sakura. Aku ingin sekali duduk di bawah pohon bunga sakura sambil menikmati hembusan angin musim semi yang menerbangkan helaian sakura. Mungkin itu memang impian yang bodoh. Tetapi entah mengapa aku sangat menginginkannya. Impian bodoh yang indah.
Semenjak kecil aku tetap menabung sen demi sen sambil berharap aku dapat pergi ke sana suatu saat nanti. Aku juga jadi bersemangat belajar, karena siapa tahu aku bisa mendapat beasiswa ke Jepang. Wah, senangnya jika hal itu dapat terkabul.
“Mei, kamu ini aneh. Katanya suka sakura, tapi kok malah suka warna putih. Harusnya pink dong, seperti warna bunga sakura,” komentar Ruri, sahabatku.
“Ckk..ckk, jangan salah lho! Warna bunga sakura itu aslinya putih,” sangkalku sambil mengayunkan jari telunjuk kananku.
“Ha..ha.. iya sudah, yang paling tahu tentang sakura ceritanya nih..” Ruri tersenyum lebar.
“Oh, iya. Aku bawa majalah nih. Perusahaan majalah ini mengadakan kuis yang berhadiah tour ke Jepang lho!” ucap Ruri sambil mengeluarkan dua eksemplar majalah dari dalam tasnya.
“Eeh, beneran?” sahutku dengan semangat.
“Kita isi formulir dan jawab pertanyaannya bareng-bareng, yuk!” ajaknya.
Bagiku, keberuntungan dalam hidupku ini adalah aku bisa memiliki seorang sahabat yang sangat mengerti keinginan dan harapanku.
“Nah, sudah selesai, kan? Sekarang ayo kita berdoa semoga kita berdua bisa menang. Habis itu baru kita ke kantor pos untuk mengirim jawaban kita,” ajak Ruri lagi.
“Yaa..”
Dalam hati aku berdoa..
“Ya, Tuhanku. Semoga saja hamba dan sahabat hamba bisa pergi berdua ke tanah impian, bersama-sama..”
Sebulan kemudian..
Hahh.. hari ini hari pengumuman pemenang kuis itu. Semoga saja pengumumannya tidak diundur. Dan yang paling penting semoga kami berdua menang.
Dengan semangat aku melangkah menuju sekolah. Aku terus bersenandung sambil membayangkan helaian bunga sakura yang berguguran. Ruri berjanji padaku akan membeli majalah itu saat pulang sekolah.
“Mei! Ini nih, majalahnya!!” seru Ruri dari kejauhan. Aku langsung berlari menghampirinya. Kami langsung membuka majalah yang masih disegel itu. Segera kami langsung membuka halaman yang berisi tentang pengumuman itu.
“Ah, Mai! Aku menang!!” seru Ruri gembira.
“Ah, iya!” sahutku sambil terus berusaha mencari namaku.
“Eh, Ruri. Namaku kok nggak ada?”
“Ah, coba cari sekali lagi, aku bantu deh,”
“Beneran gak ada!!”
Bohong! Aku gak menang?!
“Me..Mei..” ucap Ruri.
“Gak adil! Kenapa kamu yang menang?!” teriakku.
“Mei, mungkin kamu belum beruntung..”
“Belum beruntung apanya? Padahal selama ini aku selalu berusaha keras agar harapanku bisa terwujud, tetapi kenapa kamu yang menang?” teriakku lagi sambil mulai menangis.
“Mei..”
“Udah! Mulai sekarang, persahabatan kita berakhir!! Kamu bukan sahabatku lagi!!” kini aku berlari meninggalkan Ruri.
Habislah sudah.. habislah sudah persahabatanku dengan Ruri..
Aku membanting tubuhku di atas tempat tidur. Tiba-tiba teringat sesuatu…
“Hu..”
“Tuh kan Mei, sudah kubilang jangan nekad naik pohon sebesar ini. Gini deh jadinya,” ucap Ruri.
“Biarin aja! Aku kan harus berlatih memanjat pohon, biar nanti bisa naik di dahan pohon sakura,” ucapku sambil menahan sakit sehabis terjatuh dari atas pohon.
“Yang kamu pikirin itu cuman sakura, ya..”
Aku terdiam.
“Yah, tapi aku salut sama kamu. Kamu pantang menyerah. Kalau aku, pasti sudah menyerah dari dulu. Tapi, aku ingin harapan itu terkabul. Kalau nanti kamu sudah benar-benar bisa ke Jepang, kamu gak akan lupa sama aku, kan?” tanyanya.
“Tentu saja aku gak akan melupakanmu. Kamu kan satu-satunya sahabatku. Meskipun sakura hanya mengenal musim semi, tetapi persahabatan kita gak mengenal musim, kan?”
“Ha..ha, sahabatku ini sudah pintar berpuisi, ya. Ayo kita latihan memanjat lagi!”
“Kamu bukan sahabatku lagi!!”
Ah, apa yang sudah aku katakan?
Padahal dia kan sahabatku!
Aku harus segera minta maaf padanya.
Lalu pagi berikutnya datang dengan cepat..
Aku terduduk di samping tempat tidurku. Aku berusaha membuka mataku yang masih mengantuk gara-gara tidur sehabis sholat Subuh. Kulihat kalender yang menggantung di tembok kamar. Hari ini hari Minggu, ah iya.. hari ulang tahunku. Hari ulang tahunku yang terasa hampa. Biasanya ada Ruri yang memberikan ucapan selamat ulang tahun.
“Haah..” aku menghela napas sambil membuka jendela. Aku rasakan angin pagi yang berhembus masuk. Angin yang membelai pepohonan yang ada di depan jendela kamarku.
Seandainya saja ada Ruri di sini..
“Eeeh..” aku terkejut karena tiba-tiba ada helaian merah muda yang gugur dari pepohonan itu. Mereka terbawa angin. Mirip seperti gugur sakura.
Aku langsung berlari ke arah pepohonan itu. Aku terdiam dibawahnya. Ini hal yang tidak mungkin!
“Gubrraaakk!!”
“Aduhh!!” aku mendengar suara seseorang yang jatuh dari atas pohon, Ruri!!
“Ruri, kamu nggak apa-apa?” tanyaku.
“He..he.. gimana? Bagus nggak?” dia malah balik bertanya padaku.
Aku terdiam sebentar. Ada beberapa helaian yang jatuh di atas tanganku.
“Ruri, kamu lupa, ya kalau sakura itu sebenarnya berwarna putih..?” aku langsung menutup mulutku dengan kedua telapak tanganku karena aku merasa kata-kataku tadi keterlaluan. Hadduuuh.. dia pasti tidak akan memaafkanku.
“Selamat ulang tahun, Mei..”
“Eh..” aku terkejut dengan yang dikatakannya barusan.
“Maafkan aku Ruriii!!” aku mulai menangis.
“Kamu masih saja cengeng. Sadar dong kalau kamu itu sudah SMA,”
“Sudahlah Ruri, aku ngerti kok. Aku gak bisa ngasih hadiah apa-apa, cuman ini..” Ruri menyodorkan surat pemberitahuan pemenang yang dapat ditukarkan dengan tiket dan paspor ke Jepang.
“Pergilah, Ruri..”
Ruri terkejut dan menatap mataku.
“Berangkatlah ke Jepang. Toh aku tak punya hak untuk melarangmu,” ucapku sungguh-sungguh.
“Tapi..”
“Lagi pula di sini aku sudah dapat merasakan gugur sakura yang terindah,” jawabku. Ruri langsung tersenyum dan memelukku.
“Terima kasih, Mei.”
Ya.. meskipun nanti Ruri akan melihat gugur sakura yang asli, tetapi aku sudah melihat gugur sakura yang jauh lebih indah dari pada yang aslinya. Meskipun ini hanya buatan, tetapi ini mengandung cinta yang lebih dalam dari pada sekedar sakura biasa..
“Terima kasih, teman.”
THE-END..??

Tidak ada komentar: